Mitha menatap langit-langit
kamarnya dengan perasaan gelisah. Jam terus berjalan dan itu semakin membuatnya
berkeringat dingin.
Bagaimana ini? Besok ujian Statistika
Matematika. Tapi aku sama sekali belum belajar. What’s going on?
Mitha terus memperingati
dirinya untuk belajar. Tapi dari satu jam yang lalu, dia belum merubah
posisinya sedikitpun.
Come on girl.. bangun! Kamu ga mau kan
nilaimu hancur lagi kaya ujian kemarin? Wake up!
Mitha masih
berusaha keras untuk meyakinkan dirinya untuk belajar. Tapi kenyataannya, dia
masih tetap berbaring disana dengan meremas-remas bantal gulingnya.
Kenapa sich kamu Ta? Malas banget belajar! Ga
pernah kapok dengan nilai hancur tiap kali ujian? Ayo belajar!
Dan kali ini
nampaknya kata-kata motivasi dari dirinya sendiri berhasil. Mitha mulai duduk
di meja belajarnya dan membuka buku Statistika Matematikanya yang lumayan tebal
itu. Ia membuka buku itu dari halaman satu ke halaman dua, berlanjut ke halaman
tiga, dan berhenti di halaman ke empat.
Bugh!! Dia
menutup bukunya. Aku ga konsen belajar! Percuma!
Ia bangun
dari meja belajarnya dan kembali menjatuhkan diri ke kasurnya yang empuk.
Tangan kirinya meraih HP yang sedari tadi ada di samping tempat tidurnya. Ia
menekan sebuah nomor telepon, kemudian dengan segera ia menempelkan HP ke
telinganya.
“Halo
bebh....”, suara di seberang sana terdengar ramah menyambut telponnya.
“Jez.. apa
yang bisa membuat kamu rajin belajar disana?”, Mitha langsung to the point, karena memang itulah
alasannya menelpon Jezy, sahabatnya itu.
“Hmm...
Ortu!! Inget mereka bebh, karena yang ku pikirin setiap permintaanku selalu
diberi. Apa nanti yang bisa aku beri? Setiap ortu tidak pernah mengharapkan
materi. Mereka cukup mendapat sesuatu yang bisa membanggakan mereka”.
Degh! Mitha
merasa ada sesuatu yang menghantam hatinya.
Aku ga
pernah ngebanggain ortu. Setiap permintaanku selalu diberikan. Laptop, HP, TV,
apapun yang aku minta selalu diberikan. Dimana rasa terima kasihku? Bahkan ibu
mengira aku selalu rajin belajar disini. Betapa jahatnya aku pada ibu. Berapa
banyak uang yang telah ia keluarkan untuk membiayai kuliahku disini. Berapa
banyak keringat yang ia keluarkan untuk bisa mengirimkan uang kapanpun aku
memintanya. Betapa enaknya hidupku selama ini. Uang habis, aku hanya tinggal minta,
dan ibu langsung mentransfer uang ke ATM-ku.Tapi yang aku lakukan? Aku hanya
bisa bermalas-malasan.
“Bebh..ada
apa?”, Jezy khawatir karena tak ada jawaban dari Mitha.
“Makasi
sayang...aku uda punya motivasi sekarang. Makasi banyak”, Mitha menghapus air
matanya.
“kamu ga
apa-apa?”, jezy masih khawatir karena tau temannya menangis di seberang
telepon.
“Ga apa-apa.
Aku cuma tersentuh aja sama kata-kata kamu. Makasi ya..”
“Semangat
bebh..”, jezy tersenyum pada sahabatnya itu walaupun ia tau Mitha tak melihatnya.
“Iya, aku
akan berusaha”, Jawab Mitha lebih kepada dirinya sendiri.
-DSP-
No Response to "Semangatku"
Post a Comment